Senin, 17 Oktober 2011

Vonis Bagi Perusak Sarang Trenggiling


Pada tanggal 18 Juli 2011 merupakan hari yang sangat tidak mengenakan bagi dua (2) orang terdakwa kasus perusakan Trenggiling

sarang Trenggiling (Manis javanica) yakni Usup dan Rossi alias Kosasih warga Babakan Madang Bogor, karena vonis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak menjatuhkan sanksi berupa pidana penjara 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dan denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) bagi terdakwa. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Prestasi ini perlu dimasukan dalam catatan tersendiri mengingat hukuman denda yang cukup besar yakni 30 juta rupiah kepada setiap terdakwa, mungkin juga denda terbesar bagi perusak sarang trenggiling se- Indonesia.

Tindak kejahatan perburuan satwa dan perdagangan satwa merupakan tindak kejahatan yang bersifat jaringan, saat ini trenggiling merupkaan komoditi perdagangan internasional yang cukup menggiurkan oleh karena itu, POLHUT dan jajaran TNGGP bersatu padu untuk mengamankan kawasan dan juga tumbuhan dan satwa dari perburuan dan perdagangan satwa.

Trenggiling (Manis javanica) atau dalam bahasa inggris disebut Sunda Pangolin adalah salah satu spesies dari genus Manis (Pangolin) yang hidup di Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Kalimantan) dan beberapa negara lain di Asia Tenggara. Hewan yang mempunyai ciri khas bersisik ini merupakan hewan pemakan serangga. Perburuan Trenggiling (Manis javanica) sangat marak di Indonesia mengingat harga jual daging trenggiling yang sangat tinggi, mencapai 1 juta per kg.
Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah. Makanan utamanya adalah serangga (semut dan rayap). Binatang ini mempunyai bentuk tubuh khas yang memanjang dan tertutupi sisik. Panjang dari kepala hingga pangkal ekor mencapai 58 cm. Panjang ekor mencapai 45 cm. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg.
Trenggiling mempunyai lidah yang mampu dijulurkan hingga sepertiga panjang tubuhnya. Lidah ini berguna untuk menangkap semut dan rayap yang merupakan makanan utamanya. Rambutnya termodifikasi menjadi semacam sisik besar yang tersusun membentuk perisai berlapis sebagai alat perlindungan diri. Jika diganggu, trenggiling akan menggulungkan badannya seperti bola. Ia dapat pula mengebatkan ekornya, sehingga “sisik”nya dapat melukai kulit pengganggunya.
Trenggiling (Manis javanica) merupakan binatang nokturnal yang aktif melakukan kegiatan hanya di malam hari. Satwa langka ini mampu berjalan beberapa kilometer dan balik lagi kelubang sarangnya yang ditempatinya untuk beberapa bulan.
Diwaktu siang Trenggiling bersembunyi di lubang sarangnya. Diantaranya ada yang tinggal diatas dahan pohon. Binatang ini suka bersarang pada lubang-lubang yang berada dibagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Atau ia menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lainnya. Pintu masuk kelubang sarang selalu ditutupnya.
Satwa unik ini semakin hari semakin langka akibat banyaknya perburuan. Perburuan ini dipicu oleh mahalnya harga daging dan sisik trenggiling. Di pasaran gelap, harga daging trenggiling mencapai Rp. 1 juta per kg. Sedangkan sisik trenggiling dihargai Rp. 9000 per keping. Daging dan sisik satwa ini banyak diekspor ke China, Singapura, Thailand, Laos, dan vietnam untuk digunakan sebagai bahan kosmetika, obat kuat, dan santapan di restoran. Sisiknya sendiri sering di pakai sebagai salah satu bahan pembuat shabu-shabu.
Karena itu, trenggiling di oleh IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) mengategorikannya dalam “genting” (Endangered; EN) dalam IUCN Red List. Spesies ini juga dilindungi oleh CITES sebagai Apendiks II. Oleh pemerintah Indonesia, Trenggiling juga termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999.
Terdakwa didakwa dengan pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf e Undang-undang RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Terdakwa tersebut sudah diintai sejak 3 bulan melakukan aktifitas perburuannya di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

[ teks & gambar © TNGGP 092011 | IT - red ]

Kamis, 28 Oktober 2010

Pelantikan Kepala Balai Besar TNGGP

Senin, 25 Oktober 2010 telah dilaksanakan pelantikan Pejabat Eselon II Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yaitu Kepala Balai Besar dari Bpk. Ir. Sumarto, MM ke Bpk. Ir. Agus Wahyudi. Pelantikan tersebut dilaksanakan secara meriah dan ramai yang dihadiri oleh tamu undangan dari berbagai pihak baik dari instansi pemerintah maupun dari Volunteer dan LSM.
Pada kesempatan itu, hadir pula mantan Menteri Pemuda dan Olahraga RI sekaligus Penasehat Vanaprastha [sorry klo salah], yaitu Bpk. Adyaksa Dault. Banyak perubahan yang telah ditorehkan di dalam pekerjaan oleh Bpk. Ir. Sumarto, MM, makanya beliau berpesan pada kesempatan apel pagi terakhir, teruskanlah SENAM. Karena dengan senam membuat kita betah dalam bekerja dan setelah SENAM diteruskan dengan minum bubur kacang ijo dan kongko-kongko dulu sebentar sebelum masuk ke ruangan. Begitulah pesan terakhir yang beliau sampaikan kepada semua pegawai di BBTNGGP khususnya Kantor Balai di Cibodas.
Kabalbes yang baru, Bpk. Ir. Agus Wahyudi yang sebelumnya malang melintang di Pusat [Manggala Wanabakti] pernah menjabat di PPH, Sekretaris Korpri, Direktorat Kebakaran, kemudian berlabuh di Gunung Gede dan Pangrango. Semoga dengan datangnya beliau memberikan perubahan ke arah yang lebih baik terutama ditubuh korps Polisi Kehutanan BBTNGGP. Bravo.

Rabu, 12 Mei 2010

Pelaku Pencuri Kayu Berhasil di Vonis


Hal ini patut disyukuri, karena Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBTNGGP berhasil menyidik kasus pelaku pencuri kayu hingga P21. Yang membanggakan adalah ini merupakan kasus pertama kali ditangani oleh PPNS BBTNGGP hingga P21, biasanya kalo ada kasus pake Penyidik Polri.
Kasus tersebut berhasil divonis oleh Pengadilan Negeri Cibadak No. 69/Pid.B/2010/PN.Cbd dengan pidana penjara 7 (tujuh) bulan dan denda masing-masing Lima Ratus Ribu. Terdakwa adalah 2 orang penduduk sekitar kawasan yang haus terhadap kayu, kali. Katanya seh ga 2 orang, yang lain nya pada kabur ketika digerebek sama petugas. Barang bukti yang diamankan adalah 2 Golok, 1 Gergaji Gorol, 1 gergaji peteng,1 lakop Janitri, 4 papan Janitri, hal tersebut mungkin ga sebanyak barang bukti kejahatan kehutanan diluar jawa tapi cukuplah untuk membuat efek jera bagi pelaku.

Kamis, 22 Oktober 2009

Serah Terima Jabatan Kasatgas Polhut Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango


“Selamat jalan Pak Andre dan selamat menjalankan organisasi Polhut kepada Pak Aden”, begitu pesan terakhir dari Pak Marto ketika beliau menjadi inspektur upacara pada Upacara Pelantikan Kasatgas Polisi Kehutanan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dilaksanakan Selasa, 20 Oktober 2009.
Setelah kurang lebih 3 tahun semenjak tahun 2006 Pak Andre menjabat sebagai Kasatgas Polhut, sekarang beliau mempunyai tugas baru yaitu sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV pada Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat di Sangir. Banyak perubahan yang ditorehkan beliau dikesatgasan Polhut yaitu keorganisasian polhut, penyelesaian kasus tindak pidana kehutanan, dan lain sebagainya.
Pak Aden yang sebelumnya menjadi Kanit Polhut Wilayah I Cianjur, mempunyai tugas baru yang masih banyak untuk diselesaikan, diantaranya penyelesaian beberapa kasus tindak pidana kehutanan. Tetapi semua itu tidak akan berjalan dengan lancar tanpa ada dukungan dari semua pihak, baik itu dari anggota Polhut itu sendiri maupun dari pejabat struktural yang ada di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Rapatkan barisan dibawah satu komando. Bravo Polisi Kehutanan.

Minggu, 01 Maret 2009

Jalan – Jalan Bersama Polhut TNGGP


Jum’at tanggal 27 Februari 2009 merupakan hari yang tak terlupakan bagi Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan. Ya, beliau adalah Ir. Bambang Sukmananto M.Sc yang notabene adalah kepala Balai Besar TNGGP tahun 2007-2009 yang ikut dalam rombongan Touring bersama Polhut TNGGP ke Cidaun – Situ patenggang – Ciwidey. Touring tersebut didedikasikan sebagai ucapan terima kasih kami anggota Polisi Kehutanan TNGGP kepada Pak Bambang yang telah membina kami selama kurang lebih 2 tahun.
Dalam kesempatan tersebut pula hadir Kasie P2 BBTNGGP periode yang sama, yaitu Ristianto Pribadi, S.Hut, M.Tourism yang sekarang menjabat sebagai Kepala Seksi Evaluasi Rencana Kawasan Hutan pada Sub Direktorat Perencanaan Makro Kawasan Hutan, Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Namun sangat disayangkan Kasie P3 yang sedang menjadi mahasiswa di Bogor tidak hadir dalam kesempatan tersebut karena ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
Rombongan touring terdiri dari Kasatgas Polhut, kanit wilayah dan unit-unit polhut lainnya, berangkat dari Cibodas sekitar pukul 23.00 WIB menuju ke Cidaun (Pantai…… Lupa namanya) sekitar 120 km. Rombongan tiba pada pukul 07.00 WIB dengan sangat tertatih-tatih pada keesokan harinya, melewati jalan bebatuan yang sangat terjal dan ganas (ternyata di Jawa masih ada jalan yang seperti itu, Jawa Barat lagi !). Setibanya di pantai, tim touring melakukan istirahat dan mencari sarapan pagi. Kebetulan sekali langsung ada warung yang buka karena melihat kami tiba, mungkin. Sarapan yang dicari adalah Lauk Bakar, apa aja dah yang penting dibakar dan perut kenyang.
Sampai pukul 09.00 WIB tim touring berada dipantai, dan ternyata sangat panas (ya iyalah, orang gunung turun ke pantai). Tim langsung memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan Cidaun-Naringgul-Ciwidey (100 km) guna menuju Kawasan Wisata Situ Patenggang dengan melalui jalan off road, yang merupakan desain pemerintah setempat untuk seperti itu, kale. Tim tidak menemukan hambatan yang berarti karena kendaraan yang digunakan adalah kendaraan 4 WD milik TNGGP semua (bukan ngrental lho).
Dan, sampailah tim touring disebuah kolam yang besar dengan hawa pegunungan yang sejuk dan dikelilingi oleh perkebunan tee yang hijau (ngaplak hejo) pada pukul 13.30 WIB dan langsung bertemu dengan petugas Polhut setempat guna mendapatkan jamuan (karena yang datang tersebut adalah seorang direktur, coba klo tidak ya). Setelah kenyang menikmati pemandangan setempat tim langsung menuju ke pemandian air panas Cimanggu yang letaknya tak jauh dari Situ Patenggang ± 4 km. Memang badan yang terasa cape makin cape aja setelah direndamkan didalam kolam yang panas.
Mengingat hari makin sore dan semua mengalami kecapean yang amat sangat, maka sekitar pukul 17.00 WIB tim memutuskan untuk balik kanan melalui jalur Bandung-Padalarang-Cianjur-Cibodas. Namun ada hal yang sangat berkesan bagi tim touring adalah orang Bandung tersesat ditempatnya sendiri (Ih malu-maluin deh). Tapi semua itu tidak menimbulkan hambatan yang berarti, semua menikmatinya (meskipun muter-muter dikompleks perumahan orang). Dan pada kesempatan terakhir Pak Bambang berpesan bahwa kegiatan seperti ini harus terus dilaksanakan minimal setahun sekali (Oke).

Senin, 23 Februari 2009

Dua Pembalak Tertembak di Bojonegoro

RABU, 23 APRIL 2008 | 21:59 WIB
BOJONEGORO, RABU- Dua orang tewas seketika dan satu orang lagi luka serius akibat tertembak senjata yang digunakan petugas Polisi Hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro, Jawa Timur. Kedua korban tewas adalah Bambang (28), warga Desa Babad, dan Sucipto (28), warga Desa Pejok; keduanya di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro.
Sedangkan korban luka adalah Budiono (24) dari Desa Babat, Kecamatan Kedungadem. Ia mengalami luka berat akibat terserempet peluru pada leher hingga tembus di muka bagian depan.
Penembakan itu terjadi pada Rabu (23/4) siang di kawasan hutan jati Desa Ndrenges, Kecamatan Sugihwaras, ketika korban dan puluhan orang lainnya sedang melakukan pembalakan di wilayah KPH Bojonegoro. Hingga malam ini kedua jenazah masih diautopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Kerabat dan keluarganya juga masih menunggui jenazah itu selesai diautopsi.
"Kejadiannya bagaimana, sekarang masih diusut Polres Bojonegoro," kata Kepala Kepolisian Sektor Kedungadem, Ajun Komisaris Sunarmin yang ditenui di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo.
Ditemui secara terpisah, Kepala Polsek Sugihwaras Ajun Komisaris Boel Hutasoit, mengaku belum tahu persis kronologis kejadian tertembaknya dua warga di Kedungadem itu. Akan tetapi, katanya, kedua korban tertembak senjata api Polhut KPH Bojonegoro.
Puluhan orang
Menurut keterangan, siang itu sejumlah polisi hutan sedang berpatroli di kawasan hutan jati di petak 30 dengan berjalan kaki menuju petak 18, sambil membawa senjata serbu jenis MP 1 A 1 buatan Pindad Bandung. Di perjalanan, dia mendengar ada sejumlah pohon roboh.
Dari lokasi petak 18 yang lokasinya di ketinggian, polisi mereka melihat ada sekitar 30 orang sedang menebang pohon jati. Para polisi hutan itu kemudian berusaha menghalau para pembalak dengan melepaskan tembakan peringatan ke udara.
Mendengar tembakan, seorang pembalak berteriak dan meminta rekan-rekannya berkumpul untuk menyerbu petugas sambil melempari batu, sehingga terjadilah aksi penembakan dengan jatuhnya dua orang tewas dan seorang lainnya luka tembak.
Akan tetapi, seperti dikatakan polisi setempat, sampai sejauh ini informasi mengenai kronologi penembakan masih dalam penyelidikan. (ANT)

BURSAN, Polhut BKSDA NTB ¥ Menggalang Masyarakat, Amankan TWAL Gili Matra


Bursan, pria kelahiran Sumbawa 48 tahun lalu awalnya bercita-cita menjadi seorang guru, namun nasib menentukan lain, sebagian hidupnya dijalani menjadi seorang Polisi Hutan. Ia seorang Polisi Hutan yang dinilai berhasil melaksanakan tugasnya, dan merupakan salah seorang pribadi maupun polhut yang mendapat penghargaan dari Lipi corralsmap.
BKSDA NTB adalah instansi dimana Bursan mengabdikan dirinya sebagai seorang pegawai negeri sipil selama hampir 20 tahun lebih. Sebagai seorang Polisi Hutan ia siap ditugaskan dimana saja. Penugasanya di TWAL Gili Matra berawal dari sebuah kasus dibangunnya Pos Jaga di kawasan itu, Pos jaga telah berdiri, tetapi tidak ditempati oleh petugas. Hal tersebut mengundang protes warga nelayan yang konsen terhadap keamanan laut. Masyarakat Nelayan mengancam akan membakar Pos jaga tersebut apabila tidak segera ditempatkan petugas polisi hutan. “Ketika dipanggil Kepala Balai, saya menawarkan diri dan bersedia untuk ditugaskan disana” ujar Bursan.
Menggalang Masyarakat
Taman Wisata Alam Laut Gili Matra ditetapkan berdasarkan SK. Menhut No. 85/Kpts-II/1993. Seluas 2.954 Ha. Kawasan ini terdiri dari 3 pulau yang dikelilingi perairan laut Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan, terletak di Desa Gili Indah Kec. Pemenang, Kabupaten Lombok Barat. Beberapa potensi flora dan fauna yang dimiliki diantaranya : Bakau, Asam Laut, Rumput Laut. Beberapa jenis burung yang hidup disekitar kawasan TWAL Gili Matra diantaranya : Raja Udang, Tekukur dan Elang.
Kawasan ini memiliki potensi wisata yang cukup menarik yaitu pantai pasir putih yang indah, berbagai jenis terumbu karang diantaranya: Karang Lunak (Heliophora sp.), Anthiphates sp, Montiphora dan Acropbora dan berbagai jenis ikan hias yang menawan. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan : diving, snorkling, sun bathing, kanoing, swimming, foto hunting dan fishing.
Keamanan kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Matra cukup rawan, beberapa kasus gangguan keamanan yang sangat menonjol adalah penangkapan ikan dengan bom dan potassium. Sebelumnya, pengamanan kawasan dilakukan oleh Polisi dan Angkatan Laut, namun kedua institusi itu tidak dapat menekan gangguan keamanan kawasan, bahkan tindak pidana penangkapan ikan dapat terjadi 9 sampai 12 kali setiap harinya.
Pihak BKSDA NTB kemudian mengkaji permasalahan keamanan yang cukup kompleks di kawasan Gili Matra, dan mencari pola yang tepat dan cocok dengan kondisi sosial masyarakat nelayan setempat. Dengan arahan Kepala BKSDA NTB (waktu itu), Ir. Edi Djuharsa, Msi, kemudian pola tersebut dikembangkan oleh Bursan dengan mengembangkan pola pengamanan berbasis masyarakat, yaitu dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga pengamanan. “Ketika saya sosialisasikan rencana pengamanan bersama masyarakat nelayan, alhamdulillah tokoh masyarakat merespon dengan positif, dan hal ini menambah rasa percaya diri saya dalam melaksanakan tugas” kata Bursan. Dalam setiap operasi pengamanan unsur masyarakat selalu memberikan dukungan, baik informasi maupun turut serta dalam operasi.
Dalam upaya melembagakan pola pengamanan tersebut, Bursan membentuk Front Pemuda Satgas Gili dengan tugas melakukan patroli dan pengamanan tersangka. Sanksi terhadap tersangka selain merujuk kepada hukum positif, juga diterapkan aturan lokal yang dikenal dengan awig-awig, yaitu berupa kesepakatan bersama masyarakat dalam memberikan sanksi kepada pelaku perusak lingkungan. Dalam awig-awig ditetapkan 3 poin kesepakatan, yaitu:
1.Barang siapa terbukti melakukan penangkapan ikan dengan bom dan potasium didenda 1 juta rupiah.
2. Apabila pelaku yang sama melakukan penangkapan ikan kembali, maka pelaku tersebut selain ditangkap, sarana pendukungnya dibakar.
3. Apabila pelaku yang sama terbukti mengulangi perbuatannya, maka pelaku tersebut dipukul secara masal tetapi tidak sampai mati.
Ditinjau dari segi hukum, awig-awig merupakan kesepakatan masyarakat yang bertentangan dengan hukum (KUHP), tetapi keberadaan awig-awig terbukti efektif dalam menekan laju gangguan keamanan di kawasan TWAL Gilimatra. Dari ketiga poin awig-awig, poin ke dua dan ke tiga belum pernah diterapkan, karena ketentuan pada poin pertama sudah cukup membuat efek jera pelaku. Sedangkan uang yang diperoleh dari denda sebesar satu juta rupiah digunakan untuk kepentingan pengamanan (alat komunikasi). Sistem tersebut memberikan dampak posistif, sejak 2002 s/d sekarang tidak pernah ada lagi penangkapan ikan dengan potasium/bom. Bentuk lain pembinaan yang dilakukan Bursan adalah memotivasi masyarakat nelayan sekitar untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang melalui transplantasi dengan biaya murni dari masyarakat.
Kegiatan rehabilitasi terumbu karang yang diprakarsai Bursan di TWAL Gilimatra rupanya tercium oleh LIPI, sehingga setelah melalui beberapa tahap penilaian, polhut setengah baya itu dinobatkan sebagai penerima corral map award dari Lipi corraslmap Jakarta sebagai pelestari terumbu karang. Dampak dari penghargaan tersebut, banyak pejabat dari propinsi lain melakukan studi banding ke NTB, tercatat ada 7 Provinsi yang datang, diantaranya dari Taman Nasional Laut Bunaken beserta anggota DPRDnya.
Selain pembinaan kepada nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan potasium/bom, juga dilakukan pembinaan terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa bubu dan jaring murami (sama dengan pukat harimau). Khusus nelayan yang menggunakan jaring murami telah dibuat kesepakatan antara masyarakat pariwisata dengan nelayan, masyarakat pariwisata memberi kontribusi tiga juta rupiah/bulan kepada kelompok nelayan jaring murami dengan ketentuan tidak menangkap ikan di wilayah konservasi.
Kiprah Bursan sebagai seorang polhut dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh pimpinan dan teman sejawatnya di BKSDA NTB, untuk urusan penyelesaian perkara sampai di pengadilan perannya cukup menonjol. Untuk melancarkan tugas-tugas kedinasannya Bursan membina hubungan dengan elit pejabat Provinsi NTB. Hal itu tidak sulit bagi Bursan, dengan posisinya sebagai Ketua Perbakin NTB maka jalan untuk membina hubungan dan koordinasi dengan pihak lain terbuka lebar. Selain itu Bursan termasuk salah seorang tokoh NTB yang masuk dalam Buku berjudul Orang Biasa Yang Tidak Biasa.
Pada perbincangannya dengan MKI, Bursan menuturkan pengalamannya yang menegangkan ketika mendapat tugas menangkap segerombolan penebang liar di dalam kawasan hutan. “ Saya bersama enam orang polhut disandera oleh penebang liar, leher saya dikalungi golok dan mereka minta agar catatan dan dokumentasi ditinggalkan” kata Bursan sambil menunjukkan bekas luka goresan golok di lengannya. “Saat itu tidak ada pilihan, akhirnya kami mengalah, tetapi kami kembali lagi untuk menangkap mereka dan sebagai ganjarannya mereka divonis 3 tahun penjara” Bursan menambahkan.
Menegakan hukum di hutan belantara memang berat, jika polhut menjadi korban penebang liar akankah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan?Bursan hanya menjawab dengan senyuman ยต (ud-mki)