Kamis, 22 Oktober 2009

Serah Terima Jabatan Kasatgas Polhut Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango


“Selamat jalan Pak Andre dan selamat menjalankan organisasi Polhut kepada Pak Aden”, begitu pesan terakhir dari Pak Marto ketika beliau menjadi inspektur upacara pada Upacara Pelantikan Kasatgas Polisi Kehutanan Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dilaksanakan Selasa, 20 Oktober 2009.
Setelah kurang lebih 3 tahun semenjak tahun 2006 Pak Andre menjabat sebagai Kasatgas Polhut, sekarang beliau mempunyai tugas baru yaitu sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV pada Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat di Sangir. Banyak perubahan yang ditorehkan beliau dikesatgasan Polhut yaitu keorganisasian polhut, penyelesaian kasus tindak pidana kehutanan, dan lain sebagainya.
Pak Aden yang sebelumnya menjadi Kanit Polhut Wilayah I Cianjur, mempunyai tugas baru yang masih banyak untuk diselesaikan, diantaranya penyelesaian beberapa kasus tindak pidana kehutanan. Tetapi semua itu tidak akan berjalan dengan lancar tanpa ada dukungan dari semua pihak, baik itu dari anggota Polhut itu sendiri maupun dari pejabat struktural yang ada di Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Rapatkan barisan dibawah satu komando. Bravo Polisi Kehutanan.

Minggu, 01 Maret 2009

Jalan – Jalan Bersama Polhut TNGGP


Jum’at tanggal 27 Februari 2009 merupakan hari yang tak terlupakan bagi Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan. Ya, beliau adalah Ir. Bambang Sukmananto M.Sc yang notabene adalah kepala Balai Besar TNGGP tahun 2007-2009 yang ikut dalam rombongan Touring bersama Polhut TNGGP ke Cidaun – Situ patenggang – Ciwidey. Touring tersebut didedikasikan sebagai ucapan terima kasih kami anggota Polisi Kehutanan TNGGP kepada Pak Bambang yang telah membina kami selama kurang lebih 2 tahun.
Dalam kesempatan tersebut pula hadir Kasie P2 BBTNGGP periode yang sama, yaitu Ristianto Pribadi, S.Hut, M.Tourism yang sekarang menjabat sebagai Kepala Seksi Evaluasi Rencana Kawasan Hutan pada Sub Direktorat Perencanaan Makro Kawasan Hutan, Direktorat Perencanaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Namun sangat disayangkan Kasie P3 yang sedang menjadi mahasiswa di Bogor tidak hadir dalam kesempatan tersebut karena ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan.
Rombongan touring terdiri dari Kasatgas Polhut, kanit wilayah dan unit-unit polhut lainnya, berangkat dari Cibodas sekitar pukul 23.00 WIB menuju ke Cidaun (Pantai…… Lupa namanya) sekitar 120 km. Rombongan tiba pada pukul 07.00 WIB dengan sangat tertatih-tatih pada keesokan harinya, melewati jalan bebatuan yang sangat terjal dan ganas (ternyata di Jawa masih ada jalan yang seperti itu, Jawa Barat lagi !). Setibanya di pantai, tim touring melakukan istirahat dan mencari sarapan pagi. Kebetulan sekali langsung ada warung yang buka karena melihat kami tiba, mungkin. Sarapan yang dicari adalah Lauk Bakar, apa aja dah yang penting dibakar dan perut kenyang.
Sampai pukul 09.00 WIB tim touring berada dipantai, dan ternyata sangat panas (ya iyalah, orang gunung turun ke pantai). Tim langsung memutuskan untuk kembali melakukan perjalanan Cidaun-Naringgul-Ciwidey (100 km) guna menuju Kawasan Wisata Situ Patenggang dengan melalui jalan off road, yang merupakan desain pemerintah setempat untuk seperti itu, kale. Tim tidak menemukan hambatan yang berarti karena kendaraan yang digunakan adalah kendaraan 4 WD milik TNGGP semua (bukan ngrental lho).
Dan, sampailah tim touring disebuah kolam yang besar dengan hawa pegunungan yang sejuk dan dikelilingi oleh perkebunan tee yang hijau (ngaplak hejo) pada pukul 13.30 WIB dan langsung bertemu dengan petugas Polhut setempat guna mendapatkan jamuan (karena yang datang tersebut adalah seorang direktur, coba klo tidak ya). Setelah kenyang menikmati pemandangan setempat tim langsung menuju ke pemandian air panas Cimanggu yang letaknya tak jauh dari Situ Patenggang ± 4 km. Memang badan yang terasa cape makin cape aja setelah direndamkan didalam kolam yang panas.
Mengingat hari makin sore dan semua mengalami kecapean yang amat sangat, maka sekitar pukul 17.00 WIB tim memutuskan untuk balik kanan melalui jalur Bandung-Padalarang-Cianjur-Cibodas. Namun ada hal yang sangat berkesan bagi tim touring adalah orang Bandung tersesat ditempatnya sendiri (Ih malu-maluin deh). Tapi semua itu tidak menimbulkan hambatan yang berarti, semua menikmatinya (meskipun muter-muter dikompleks perumahan orang). Dan pada kesempatan terakhir Pak Bambang berpesan bahwa kegiatan seperti ini harus terus dilaksanakan minimal setahun sekali (Oke).

Senin, 23 Februari 2009

Dua Pembalak Tertembak di Bojonegoro

RABU, 23 APRIL 2008 | 21:59 WIB
BOJONEGORO, RABU- Dua orang tewas seketika dan satu orang lagi luka serius akibat tertembak senjata yang digunakan petugas Polisi Hutan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro, Jawa Timur. Kedua korban tewas adalah Bambang (28), warga Desa Babad, dan Sucipto (28), warga Desa Pejok; keduanya di Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro.
Sedangkan korban luka adalah Budiono (24) dari Desa Babat, Kecamatan Kedungadem. Ia mengalami luka berat akibat terserempet peluru pada leher hingga tembus di muka bagian depan.
Penembakan itu terjadi pada Rabu (23/4) siang di kawasan hutan jati Desa Ndrenges, Kecamatan Sugihwaras, ketika korban dan puluhan orang lainnya sedang melakukan pembalakan di wilayah KPH Bojonegoro. Hingga malam ini kedua jenazah masih diautopsi di Rumah Sakit Umum Daerah Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro. Kerabat dan keluarganya juga masih menunggui jenazah itu selesai diautopsi.
"Kejadiannya bagaimana, sekarang masih diusut Polres Bojonegoro," kata Kepala Kepolisian Sektor Kedungadem, Ajun Komisaris Sunarmin yang ditenui di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo.
Ditemui secara terpisah, Kepala Polsek Sugihwaras Ajun Komisaris Boel Hutasoit, mengaku belum tahu persis kronologis kejadian tertembaknya dua warga di Kedungadem itu. Akan tetapi, katanya, kedua korban tertembak senjata api Polhut KPH Bojonegoro.
Puluhan orang
Menurut keterangan, siang itu sejumlah polisi hutan sedang berpatroli di kawasan hutan jati di petak 30 dengan berjalan kaki menuju petak 18, sambil membawa senjata serbu jenis MP 1 A 1 buatan Pindad Bandung. Di perjalanan, dia mendengar ada sejumlah pohon roboh.
Dari lokasi petak 18 yang lokasinya di ketinggian, polisi mereka melihat ada sekitar 30 orang sedang menebang pohon jati. Para polisi hutan itu kemudian berusaha menghalau para pembalak dengan melepaskan tembakan peringatan ke udara.
Mendengar tembakan, seorang pembalak berteriak dan meminta rekan-rekannya berkumpul untuk menyerbu petugas sambil melempari batu, sehingga terjadilah aksi penembakan dengan jatuhnya dua orang tewas dan seorang lainnya luka tembak.
Akan tetapi, seperti dikatakan polisi setempat, sampai sejauh ini informasi mengenai kronologi penembakan masih dalam penyelidikan. (ANT)

BURSAN, Polhut BKSDA NTB ¥ Menggalang Masyarakat, Amankan TWAL Gili Matra


Bursan, pria kelahiran Sumbawa 48 tahun lalu awalnya bercita-cita menjadi seorang guru, namun nasib menentukan lain, sebagian hidupnya dijalani menjadi seorang Polisi Hutan. Ia seorang Polisi Hutan yang dinilai berhasil melaksanakan tugasnya, dan merupakan salah seorang pribadi maupun polhut yang mendapat penghargaan dari Lipi corralsmap.
BKSDA NTB adalah instansi dimana Bursan mengabdikan dirinya sebagai seorang pegawai negeri sipil selama hampir 20 tahun lebih. Sebagai seorang Polisi Hutan ia siap ditugaskan dimana saja. Penugasanya di TWAL Gili Matra berawal dari sebuah kasus dibangunnya Pos Jaga di kawasan itu, Pos jaga telah berdiri, tetapi tidak ditempati oleh petugas. Hal tersebut mengundang protes warga nelayan yang konsen terhadap keamanan laut. Masyarakat Nelayan mengancam akan membakar Pos jaga tersebut apabila tidak segera ditempatkan petugas polisi hutan. “Ketika dipanggil Kepala Balai, saya menawarkan diri dan bersedia untuk ditugaskan disana” ujar Bursan.
Menggalang Masyarakat
Taman Wisata Alam Laut Gili Matra ditetapkan berdasarkan SK. Menhut No. 85/Kpts-II/1993. Seluas 2.954 Ha. Kawasan ini terdiri dari 3 pulau yang dikelilingi perairan laut Gili Meno, Gili Air, dan Gili Trawangan, terletak di Desa Gili Indah Kec. Pemenang, Kabupaten Lombok Barat. Beberapa potensi flora dan fauna yang dimiliki diantaranya : Bakau, Asam Laut, Rumput Laut. Beberapa jenis burung yang hidup disekitar kawasan TWAL Gili Matra diantaranya : Raja Udang, Tekukur dan Elang.
Kawasan ini memiliki potensi wisata yang cukup menarik yaitu pantai pasir putih yang indah, berbagai jenis terumbu karang diantaranya: Karang Lunak (Heliophora sp.), Anthiphates sp, Montiphora dan Acropbora dan berbagai jenis ikan hias yang menawan. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan : diving, snorkling, sun bathing, kanoing, swimming, foto hunting dan fishing.
Keamanan kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Matra cukup rawan, beberapa kasus gangguan keamanan yang sangat menonjol adalah penangkapan ikan dengan bom dan potassium. Sebelumnya, pengamanan kawasan dilakukan oleh Polisi dan Angkatan Laut, namun kedua institusi itu tidak dapat menekan gangguan keamanan kawasan, bahkan tindak pidana penangkapan ikan dapat terjadi 9 sampai 12 kali setiap harinya.
Pihak BKSDA NTB kemudian mengkaji permasalahan keamanan yang cukup kompleks di kawasan Gili Matra, dan mencari pola yang tepat dan cocok dengan kondisi sosial masyarakat nelayan setempat. Dengan arahan Kepala BKSDA NTB (waktu itu), Ir. Edi Djuharsa, Msi, kemudian pola tersebut dikembangkan oleh Bursan dengan mengembangkan pola pengamanan berbasis masyarakat, yaitu dengan melibatkan masyarakat sebagai tenaga pengamanan. “Ketika saya sosialisasikan rencana pengamanan bersama masyarakat nelayan, alhamdulillah tokoh masyarakat merespon dengan positif, dan hal ini menambah rasa percaya diri saya dalam melaksanakan tugas” kata Bursan. Dalam setiap operasi pengamanan unsur masyarakat selalu memberikan dukungan, baik informasi maupun turut serta dalam operasi.
Dalam upaya melembagakan pola pengamanan tersebut, Bursan membentuk Front Pemuda Satgas Gili dengan tugas melakukan patroli dan pengamanan tersangka. Sanksi terhadap tersangka selain merujuk kepada hukum positif, juga diterapkan aturan lokal yang dikenal dengan awig-awig, yaitu berupa kesepakatan bersama masyarakat dalam memberikan sanksi kepada pelaku perusak lingkungan. Dalam awig-awig ditetapkan 3 poin kesepakatan, yaitu:
1.Barang siapa terbukti melakukan penangkapan ikan dengan bom dan potasium didenda 1 juta rupiah.
2. Apabila pelaku yang sama melakukan penangkapan ikan kembali, maka pelaku tersebut selain ditangkap, sarana pendukungnya dibakar.
3. Apabila pelaku yang sama terbukti mengulangi perbuatannya, maka pelaku tersebut dipukul secara masal tetapi tidak sampai mati.
Ditinjau dari segi hukum, awig-awig merupakan kesepakatan masyarakat yang bertentangan dengan hukum (KUHP), tetapi keberadaan awig-awig terbukti efektif dalam menekan laju gangguan keamanan di kawasan TWAL Gilimatra. Dari ketiga poin awig-awig, poin ke dua dan ke tiga belum pernah diterapkan, karena ketentuan pada poin pertama sudah cukup membuat efek jera pelaku. Sedangkan uang yang diperoleh dari denda sebesar satu juta rupiah digunakan untuk kepentingan pengamanan (alat komunikasi). Sistem tersebut memberikan dampak posistif, sejak 2002 s/d sekarang tidak pernah ada lagi penangkapan ikan dengan potasium/bom. Bentuk lain pembinaan yang dilakukan Bursan adalah memotivasi masyarakat nelayan sekitar untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang melalui transplantasi dengan biaya murni dari masyarakat.
Kegiatan rehabilitasi terumbu karang yang diprakarsai Bursan di TWAL Gilimatra rupanya tercium oleh LIPI, sehingga setelah melalui beberapa tahap penilaian, polhut setengah baya itu dinobatkan sebagai penerima corral map award dari Lipi corraslmap Jakarta sebagai pelestari terumbu karang. Dampak dari penghargaan tersebut, banyak pejabat dari propinsi lain melakukan studi banding ke NTB, tercatat ada 7 Provinsi yang datang, diantaranya dari Taman Nasional Laut Bunaken beserta anggota DPRDnya.
Selain pembinaan kepada nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan potasium/bom, juga dilakukan pembinaan terhadap nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa bubu dan jaring murami (sama dengan pukat harimau). Khusus nelayan yang menggunakan jaring murami telah dibuat kesepakatan antara masyarakat pariwisata dengan nelayan, masyarakat pariwisata memberi kontribusi tiga juta rupiah/bulan kepada kelompok nelayan jaring murami dengan ketentuan tidak menangkap ikan di wilayah konservasi.
Kiprah Bursan sebagai seorang polhut dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh pimpinan dan teman sejawatnya di BKSDA NTB, untuk urusan penyelesaian perkara sampai di pengadilan perannya cukup menonjol. Untuk melancarkan tugas-tugas kedinasannya Bursan membina hubungan dengan elit pejabat Provinsi NTB. Hal itu tidak sulit bagi Bursan, dengan posisinya sebagai Ketua Perbakin NTB maka jalan untuk membina hubungan dan koordinasi dengan pihak lain terbuka lebar. Selain itu Bursan termasuk salah seorang tokoh NTB yang masuk dalam Buku berjudul Orang Biasa Yang Tidak Biasa.
Pada perbincangannya dengan MKI, Bursan menuturkan pengalamannya yang menegangkan ketika mendapat tugas menangkap segerombolan penebang liar di dalam kawasan hutan. “ Saya bersama enam orang polhut disandera oleh penebang liar, leher saya dikalungi golok dan mereka minta agar catatan dan dokumentasi ditinggalkan” kata Bursan sambil menunjukkan bekas luka goresan golok di lengannya. “Saat itu tidak ada pilihan, akhirnya kami mengalah, tetapi kami kembali lagi untuk menangkap mereka dan sebagai ganjarannya mereka divonis 3 tahun penjara” Bursan menambahkan.
Menegakan hukum di hutan belantara memang berat, jika polhut menjadi korban penebang liar akankah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan?Bursan hanya menjawab dengan senyuman µ (ud-mki)

Nyolong Pakis, Ketemu POLHUT ditangkep sekarang dipenjara. Kapok dech……!!!


Salam Rimbawan ….. !!!!
Ditengah hiruk pikuk perubahan TNGP dari Balai menjadi Balai Besar ada beberapa kejadian menarik (Ucapan selamat datang kale yeee…), salah satunya adalah pencurian Pakis (Cyathea constaminant) di Pameungpeuk Resort Situ Gunung.
Jadi begeneeee… pada 5 September 2007 POLHUT Regu 4 menerima info penebangan liar di daerah pameungpeuk, karena penasaran Danru langsung ngontek ke Kanit II Sukabumi jadilah POLHUT Unit II SMI bergerak kesana. Ternyataaaaa….. waktu di Cek ga ada tuch, puseeeng so tim nyantai dulu.
Lagee santai datang masyarakat ngasih tau kalo ada pakis yang lagi diangkut dari hutan, tim langsung gerak cepat, Wes.. wes.. wes.. kenaaa dech. 5 Orang tersangka langsung nginep di hotel Prodeo Polsek Cisaat.
Nach setelah kita nunggu sekian lama akhirnya keluar dach putusan pengadilannya masing-masing kena 1 tahun 8 bulan + denda 5 juta. Pokoke sekarang jangan maen-maen ama Kehutanan, ga peduli ada beking oknum-oknum tertentu semua di gibas dach.
Hormat dan acungan jempol kami untuk seluruh Polhut dan PPNS yang menangani kasus pakis tersebut. Sekale lageeee Triimsss, berat dech…!!!


RAPATKAN BARISAN, TINGKATKAN JIWA KORSA DIBAWAH SATU KOMANDO, POLISI KEHUTANAN ..!!!!

Polisi Kehutanan BBTNGGP seperti peluru…!!! (tekan picu melesat tak ragu)


Salam Rimbawan ….. !!!!
Edisi kali ini agak berbeda dengan yang sebelumnya, bisa dibilang ini edisi khusus karena agak panjaaaaaang.
Patroli di bawah Komando Kepala Balai Besar selaku pucuk komando tertinggi POLHUT yang sangat didambakan oleh seluruh anggota terlaksana pada akhir Februari 2008 yang lalu. Hasilnya..? RUARRR BIASAAAA !!
Patroli (grade ringan) dengan berbagai cara dilakukan mulai dari Patroli bermobil hingga patroli jalan kaki diikuti oleh seluruh jajaran langsung di bawah komando “Jenderal Polhut berbintang 2”, serunya kegiatan ini dilaksanakan saat hujan masih turun so’ mobil n orang semua off road.
Polhut BBTNGGP bener-bener “prajurit samapta” dikala “Sang Jenderal” memberi perintah, langsung dilaksanakan hingga tuntas mulai dari penertiban 4(empat) pengguna air di Bogor yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan diwajibkan menanam pohon diareal perbatasan dibawah pengawasan Kepala Resort setempat, 6 (enam) orang penambang pasir di Bogor, dan 2 (dua) batang kayu hasil tebangan liar di kawasan Bogorpun diangkut ke Kantor Bidang III Caringin.
Yang gak kalah seru Pembakaran 11 (sebelas) gubuk perambah hutan yang berada di dalam kawasan Resort Nagrak, situasinya saat itu mirip Zaman Perjoeangan tahoen ’45. Pokoke’ semua diselesaikan seperti peluru yang melesat tanpa keraguan menembus semua penghalang untuk mencapai sasaran. Gak peduli bukit dan jurang menghadang semua diterabas, gak pake alasan (mudah-mudahan UPAK kita juga kaya peluru ya…..!!!, Amiiiin……!!).
Semoga hasil dari kegiatan ini dapat memotivasi seluruh anggota dalam melaksanakan tugas-tugasnya dilapangan. Ingat kita tidak sendiri, “Sang Jenderal” telah hadir ditengah-tengah kita, oleh karena itu Polisi Kehutanan harus semakin solid dan kompak agar menjadi POLHUT Profesional dan Mandiri.


EdIsI sElAnJuTnYa …….. (tunggu aja…..!!)

Pesan Kepala Balai Besar TNGGP:
RAPATKAN BARISAN, TINGKATKAN JIWA KORSA DIBAWAH SATU KOMANDO, POLISI KEHUTANAN ..!!!!

AKHIRNYA KETANGKEP JUGA !!!!


Masih inget ama “Si Bajra” alias Parman ??, itu lho pelaku pengarangan dari Genteng-Nagrak yang nantangin kite-kite n sesumbar kalo dia gak bakalan bisa ditangkep POLHUT !!.
Sepertinya dia musti mulai bertobat karena Ismat (20 thn) anaknya ditangkep ama Polhut TNGGP n Buser Polsek Nagrak pada Juma’t malem (8/2) di rumahnya setelah lari waktu akan di Sergap di Pasir Malang Oleh Tim Gabungan yang lagi Patroli Mendadak.
Sekarang “Si Bajra” kebingungan ngeliat anaknya kedinginan di Sel Polsek Nagrak, Kualat ama Polhut kali yee…????
Untuk seluruh anggota yang terlibat ane saluuut banget dah !!!,
terutama Bapak Kasie PTN Wil IV Situ Gunung yang ikut naik turun bukit ngejar TSK tapi tetep gagah ampe akhir.

BRAVO POLHUT !!!!
Anget-anget Kuku…!!! Top Banget Dah…!!

RESTRUKTURISASI POLHUT TNGGP ERA BALAI BESAR


Bulan Agustus 2007 adalah saat yang bersejarah bagi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), karena di Bulan ini serah terima dan peresmian Balai TNGGP menjadi Balai Besar TNGGP. Peresmian tersebut menandakan bahwa tampuk kepemimpinan TNGGP naik satu tingkat dari Eselon 3 menjadi Eselon 2, yang tentunya berpengaruh besar pada organisasi TNGGP baik dari sisi struktural maupun fungsional.
Keadaan tersebut disikapi secara positif oleh para pejabat Fungsional POLHUT yang segera berbenah dan menyesuaikan SK Menhutbun No. 597/Kpts-IV/1998 tentang Satuan Tugas Polisi Kehutanan dengan Peraturan Menhut No. P.03/Menhut-II/2008 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis taman nasional.
Setelah melalui proses panjang selama 5 bulan, maka pada 2 Januari 2008 keluarlah SK Kepala Balai Besar No. SK.11/11-TU/2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Hubungan Kerja Polisi Kehutanan Balai Besar TNGGP.
Pada masa-masa transisi ini seiring dengan semangat perubahan yang diusung seluruh jajaran, Kepala Balai Besar TNGGP berpesan agar seluruh anggota kembali berbenah diri untuk merapatkan barisan, meningkatkan jiwa korsa di bawah satu komando Polisi Kehutanan.
Tanggapan positif terhadap restrukturisasi Polisi Kehutanan di Balai Besar TNGGP merupakan wujud kesiapan seluruh anggota untuk terus konsisten dalam mengamankan hutan sebagai satu kesatuan ekosistem yang merupakan aset negara.
Sebagai garda terdepan bidang pengamanan hutan di Balai Besar TNGGP, seluruh anggota dituntut untuk menjadi Polisi Kehutanan yang tangguh, profesional, mandiri dan berwibawa. Mari kita sambut tantangan tersebut JAYA POLISI KEHUTANAN